Pelajari berbagai perbedaan utama antara KUR dan KUM yang perlu diketahui oleh calon pengusaha UMKM agar dapat memilih program pembiayaan yang tepat.
Bagi calon pengusaha UMKM, memilih sumber pembiayaan yang tepat merupakan langkah penting untuk memulai dan mengembangkan bisnis. Dua program pembiayaan yang sering menjadi pilihan adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Usaha Mikro (KUM).
Meskipun keduanya bertujuan untuk mendukung sektor usaha kecil dan mikro, terdapat perbedaan mendasar yang perlu dipahami.
Artikel ini akan mengulas lima perbedaan utama antara KUR dan KUM, sehingga Anda dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana dalam memilih program yang paling sesuai dengan kebutuhan bisnis Anda.
Perbedaan KUR dan KUM
1. Bank Pelaksana
Perbedaan utama antara Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Usaha Mikro (KUM) terletak pada bank pelaksananya. KUR merupakan program pemerintah yang dijalankan oleh bank-bank milik negara atau bank BUMN.
Sebagai contoh, PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten) bekerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk menjalankan program ini. Pemerintah menargetkan pelaksanaan KUR oleh bank BUMN mencapai Rp20 triliun per tahun.
Sementara itu, KUM dapat dijalankan oleh berbagai bank, baik bank BUMN maupun bank swasta, yang memiliki produk dan layanan tersebut. Target realisasi KUM disesuaikan dengan kebijakan internal masing-masing bank.
2. Lembaga Penjamin
Walaupun KUR merupakan program pemerintah, dana yang digunakan bukan berasal dari anggaran pemerintah, melainkan dari bank BUMN yang telah ditunjuk. Dalam hal ini, pemerintah melalui PT Jamkrindo dan PT Askrindo berperan sebagai lembaga penjamin untuk penyaluran KUR kepada pelaku UMKM.
Sebaliknya, KUM bukan program pemerintah sehingga pemerintah tidak terlibat dalam mekanisme dan penyaluran dana KUM. Oleh karena itu, KUM tidak dijamin oleh pemerintah dan seluruh tanggung jawab berada di tangan bank yang menyalurkannya.
3. Perbedaan Limit Plafon Kredit pada KUR dan KUM
Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Usaha Mikro (KUM) memiliki batas kredit yang berbeda, tergantung pada kebijakan masing-masing bank. KUR menawarkan tiga skema utama:
- KUR Mikro: Kredit dengan limit plafon maksimal sebesar Rp20 juta dengan bunga sebesar 22 persen per tahun. Skema ini cocok untuk usaha mikro yang membutuhkan modal kecil.
- KUR Ritel: Kredit dengan limit plafon antara Rp20 juta hingga Rp500 juta dengan bunga sebesar 13 persen per tahun. Skema ini ditujukan untuk usaha kecil dan menengah yang membutuhkan modal lebih besar untuk pengembangan usaha.
- KUR Linkage: Kredit dengan limit plafon maksimal sebesar Rp2 miliar dengan bunga sebesar 14 persen per tahun. Skema ini biasanya melibatkan kerjasama antara bank dan lembaga keuangan lain untuk menyalurkan kredit kepada pelaku usaha.
Sementara itu, Kredit Usaha Mikro (KUM) umumnya hanya memiliki satu skema kredit dengan batas minimal kredit sebesar Rp5 juta dan batas maksimal berkisar antara Rp50 juta hingga Rp100 juta per tahun.
Bunga yang dikenakan pada KUM biasanya lebih tinggi, berkisar antara 1 hingga 2 persen per bulan atau sekitar 12 hingga 24 persen per tahun.
Dengan memahami perbedaan ini, pelaku usaha dapat memilih jenis kredit yang paling sesuai dengan kebutuhan modal dan kapasitas pengembalian mereka. Setiap skema memiliki keunggulan dan tantangan tersendiri, sehingga penting untuk mempertimbangkan dengan cermat sebelum mengajukan kredit.
4. Syarat Agunan atau Jaminan
Meskipun pemerintah tidak menetapkan syarat agunan untuk UMKM yang ingin mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR), kenyataannya bank pelaksana sering kali menentukan syarat agunan bagi pemohon KUR.
Untuk pengajuan KUR dengan limit hingga Rp5 juta, biasanya tidak diperlukan agunan berupa aset fisik; usaha yang dijalankan oleh UMKM dianggap sebagai agunan yang cukup oleh bank.
Namun, untuk pengajuan KUR dengan limit lebih dari Rp20 juta, diperlukan jaminan berupa Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) atau sertifikat tanah atau rumah. Di sisi lain, untuk pengajuan Kredit Usaha Mikro (KUM) dengan limit berapa pun, selalu diperlukan agunan.
5. Syarat Pengajuan Kredit
Baik KUR maupun KUM mengharuskan adanya usaha yang layak, namun belum dianggap layak menerima kredit dari bank secara umum. Usaha yang layak adalah usaha yang mampu menghasilkan produk atau jasa dengan nilai tambah, serta memberikan keuntungan yang cukup untuk membayar kewajiban kredit.
Untuk KUR, pelaku UMKM harus memiliki usaha yang telah berjalan minimal selama 6 bulan, yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Usaha dari desa atau kelurahan. Sedangkan untuk KUM, syaratnya lebih ketat dengan mengharuskan usaha telah berjalan minimal 2 tahun.
Selain itu, bagi pelaku UMKM yang mengajukan kredit dengan limit di atas Rp50 juta, harus menyertakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Memahami perbedaan antara KUR dan KUM adalah kunci untuk menentukan program pembiayaan yang paling tepat bagi usaha Anda.
Dengan mengetahui keunggulan dan kekurangan masing-masing, Anda dapat merencanakan strategi keuangan yang lebih efektif dan sesuai dengan kondisi bisnis.
Semoga informasi dalam artikel ini membantu Anda dalam memilih jalur pembiayaan yang tepat dan membawa kesuksesan bagi usaha UMKM Anda. Selamat berwirausaha dan semoga bisnis Anda berkembang pesat!